Wednesday, February 12, 2014

Pito.

Pito. That name. I won't forget it.
This is my first time to met him. After my mom told me everything a about him.
He is sick. He got an insident before. Someone was hit him by car. His leg is broke. But luckily, a man who hit him was directly bring him to a masage theraphy place. It's a traditional place that could help people who broke their bones.
Actually, I knew him from my mom. Well, my mom went to a masage place to visited my neighbor who broke her hand. And that was my mom first time met him.
Singkat cerita dalam bahasa indonesia. Jadi, mamahku lah yang pertama ketemu dia, dan memaksaku dan seluruh adik adikku untuk menjenguknya. jadi dia ternyata adalah seorang pengamen. Cukup miris. Seperti yang sering aku lihat dipinggir jalan sepanjang lampu merah. Ya, begitulah hidupnya. Umurnya 12 tahun. Selang setahun dengan adikku, tepat yang berada di posisi kiri di foto atas. Ketika aku bertanya, apakah ia sekolah. Dia jawab ya. Aku tanya kelas berapa, dia jawab 6. Kemudian selang beberapa menit aku tanya lagi kelas berapa, dan dia jawab kelas 3. Lalu aku bingung. Aku bilang dia berbohong. Lalu dia menjelaskan bahwa sebenernya dia kelas 6, kalau kalau dia selalu naik kelas. Tapi ternyata dia tidak naik kelas. Dan sekarang tetap kelas 3. Well. Make sense. Kemudian kita berbincang bincang tentang keluarga. Mirisnya, selama hampir satu minggu dia berada di tempat itu, tidak ada satupun dari keluarganya yang menjenguk atau menengokinya. Yang datang hanyalah seorang pengamen yang merupakan teman pito ini. Pito... Ah. Andai saja kau berjumpa dengannya. Pasti kau selalu akan tersenyum. Betapa lugu dan polosnya dia. Selugu saat dia menolak untuk diadopsi oleh orang yang sudah menabraknya ini. Oh ya, yang menabrak dia umurnya sekitar 19th. Anak seorang dokter. Dan dokter tersebut ingin mengadopsi Pito untuk menjadi anaknya. Tapi, karena tidak ada pendekatan, langsung saja pito menolak dengan mentah. Layaknya anak kecil, berpikir pendek, dan hanya melakukan apa yang disukainya. Tidak berpikir panjang, dan hanya mengikuti kata hatinya. Memang tidak mudah untuk mengajak anak ini bicara. Akupun harus membuatnya tertawa berkali kali, seakan membuat dia nyaman akan keberadaanku. Barulah kita bisa bercerita.. Dia sangat senang bertemu dede. Tyas. Maksudku tyas. Adikku. Mungkin karena mereka hampir seumuran. Aku bisa merasakan sedikit rasa gembira dalam diri pito setelah kami datang. Setelah satu hari lebih tidak ada satupun yang mengunjunginya. Aku sempat bercerita tentang pekerjaan ku yang merupakan seorang guru bahasa inggris. Dan dia terlihat bahagia ketika aku mengajarinya membaca abjad dalam bahasa inggris. Dimulai dari abcdefghijklmn dan seterusnya. Lalu aku coba bertanya beberapa pertanyaan seputar matematika. Dia bukan anak yang bodoh. Ketika aku mendengar dia sering tidur dikolong jembatan. Aku kaget, air mata hampir berada diujung kelopak mataku. Aku diam seribu bahasa. Entah diam atau berbahasa. Entahlah. Aku hanya bisa bilang. Jangan lagi. Pulanglah kerumah.

Sepertinya, hari ini dia sudah dapat pulang kerumah. Tapi aku masih belum mendapatkan berita tentang kepulangannya. Rumahnya didaerah tangerang ujung. Ah, sewan kalo nggak salah namanya. Akupun sedikit asing mendengarnya. Hahahaa. Sudahlah. Intinya. Selamat malam. Mari bersyukur. :)

3 comments:

  1. wahh,, neng non priska punya blog,,, izin subscribe yak.. :D
    yo,, soal pito kesian bgt ni bocah.. semoga jadi orang bener ntar gedenya,,

    ReplyDelete
  2. Saya punya kaset ini, The Division Bell, non saya jadi teringat masa lalu uh..

    ReplyDelete