Tuesday, November 24, 2009

time to move on with Pure Saturday

lagi iseng iseng.. tiba tiba keinget band ini..
whaha band yang lagunya cukup gue gemari beberapa tahun silam, karna menurut gue lagunya sangat easy listening dengan lirik yang tidak biasa! haha..
jadi tertarik untuk membahas :)

Yep.. Mereka adalah Pure Saturday... Band berbakat asal kota kembang Bandung. Resminya berdiri pada tahun 1994. Awalnya sih Pure Saturday (PS) terbentuk karena iseng-iseng saja. Mereka ngeband kalo lagi ngga ada kegiatan dan sekalian nunggu hasil UMPTN. Tempat kumpul dan latihan biasanya di rumah Suar, di gudang rumah. Gudang bekas pabrik gitar disulap jadi tempat latihan band dan proses pembuatan lagu-lagu.

Dari keisengan itu pula mereka mencoba membuat lagu dan ternyata satu sama lain menemukan kecocokan. Yah... iseng-iseng berhadiah lah... Lalu dibuatlah kesepakatan untuk ngeband secara serius dan mulai mencari kegiatan musik yang diselenggarakan di Bandung. Tapi waktu itu (tahun 1992) namanya masih Tambal Ban bukan Pure Saturday. Akhirnya nama "Tambal Ban" diganti, soalnya terlalu pasaran dan ngga jelas artinya. Apalagi mau ikutan Festival Musik Unplugged (Tahun 1994), harus punya nama yang keren dong.

Akhirnya terpilihlah nama "Pure Saturday" yang tercetus secara spontan. Nama ini diambil karena hari Sabtu merupakan hari latihan, sejak pagi hingga menjelang subuh. Jadi maksudnya hari Sabtu itu benar-benar merupakan hari kerja buat mereka. Disamping itu, untuk mengisi kekosongan waktu anak-anak PS yang saat itu masih pada jomblo, maka dari pada bengong berhayal yang tidak-tidak mendingan ngeband. Begitulah motto hidup mereka.

Tahun yang sama Pure Saturday berhasil menjuarai festival musik unplugged se-Jawa dan DKI dengan lagu yang mereka ciptakan sendiri Enough. Di festival ini PS mendapat Juara Pertama kategori Umum. Wah... keren... Sejak saat itu PS jadi semakin sering bikin lagu. Karena kemenangan tersebut, Pure Saturday semakin terkenal dan dikenal terutama oleh para barudak musik Bandung. Hampir setiap acara yang digelar di Bandung selalu mengundang PS. Yah... istilahnya tiada PS, tiada bazar dan acara. Nampaknya PS merupakan sesajen yang ampuh untuk memelet para penonton. Tidak hanya turun naik panggung, tapi PS juga sering keluar masuk stasiun radio di Bandung.

Ketenaran PS ini membuat Ambari (ini nama orang lho!) berminat membuatkan PS album lewat jalur indie label. Pada saat itu manajer Pure Saturday adalah adiknya Yuki yang tidak lain dan tidak bukan adalah vokalis PAS. Nah... PAS ini mempunyai seorang manajer yang tidak lain dan tidak bukan adalah Ambari. Antara manajer PS dan PAS ternyata terjalin hubungan yang baik... yah... sedikit nepotisme gpp lah... Kesepakatan pun dibuat sambil mencari orang yang mau memodali biaya produksi. Akhirnya ada juga seorang teman yang baik yang mau membiayai.

Percaya diri mulai tumbuh dan berkembang dan bersemi pada tubuh PS dan mulai membuat komposisi-komposisi musik yang akhirnya cukup kuat untuk sebuah album perdana. Akhirnya Pure Saturday mencoba hadir di blantika musik Indonesia. Mereka banyak mendapat pengaruh dari grup-grup asal Inggris seperti The Cure, Ride, My Bloody Valentine, Wonder Stuff dan lain-lain.

Album perdana PS ini digarap secara independen dan dipasarkan secara mail order lewat sebuah majalah remaja di Jakarta. Pada saat itu PS membuat 5.000 kopi saja. Beberapa bulan setelah album tersebut muncul, ada produser rekaman yang melirik mereka dan akhirnya mereka pun membuat kontrak dengan Ceepee Production. Lagu-lagu pada album pertama itu adalah Silence, Kosong, a song, Desire, Simple, Enough, Open Wide dan Coklat. Lagu Kosong kemudian dipilih untuk dibuatkan videoklipnya.

Album yang berisi delapan lagu ini ternyata mendapat sambutan yang bagus, karena dinilai lagu-lagu PS masih fresh, dan tidak mengikuti trend musik saat itu. PS datang dengan warna yang lain, maksudnya diantara musik-musik keras yang saat itu sedang naik, PS malah menyuguhkan musik yang slow tapi gahar. Mungkin seperti slogan acara Resurrection... "Awake against mainstream and proud of it". Yah begitulah kira-kira. Boleh dibilang album mereka laku keras. Saat masih diedarkan sendiri 700 kopi yang terjual. Sedangkan melalui distribusi Ceepee Production terjual sebanyak 2000 kopi. PS sangat mensyukuri anugerah ini meskipun banyak yang menilai musik mereka sangat berbeda. ''Berarti kita sudah diakui dan keinginan kita agar berbeda dari yang lain terwujud,'' seru Ade.

Kegiatan bermusik membuat urusan akademis (sekolah) mereka terbengkalai. Akhirnya, mereka mencoba untuk membenahi urusan akademis terlebih dahulu. Hal itu malah membuat mereka tidak bisa berkumpul dan membuat lagu. Di kondisi waktu yang terbatas mereka mencoba lagi untuk membuat komposisi-komposisi yang akhirnya selesai, kemudian masuk studio rekaman dan selesai awal 1999. Untuk album kedua mereka dikontrak oleh PT. Aquarius Musikindo. Album kedua ini diberi judul "Utopia".

Menapaki jalur indie bagi mereka merupakan satu strategi, selain agar dikenal publik lebih luas juga agar mereka tidak dipermainkan produser jika menempuh jalur major label. ''Kalau kita sudah mengeluarkan album indie, produser tidak bisa seenaknya lagi menyuruh kita ganti warna musik, karena sebelumnya kita sudah punya fans sendiri,'' papar Udhie.

Pure Saturday sempat vakum sebelum pada akhirnya Suar mengundurkan diri pada tahun 2004. Posisi Suar kemudian digantikan oleh sang manajer, iyo. Pada Maret 2005, PS kembali hadir dengan album ketiganya yang berjudul "ELORA". Kehadiran PS kali ini dengan formasi barunya dan dengan membawa label baru, Fast Forward Records.

(dari berbagai sumber)

ini album pertamanya .. PURE SATURDAY (1996) kita review sedikit yah.. Siapa yang tidak ingat album ini? Serius. Siapa? Ahh, okey, kamu dibelakang, coba kedepan dan bilang dimana kamu berada selama akhir tahun 90-an? Karena jika kamu ada di dunia yang sama dengan kami, pasti sudah pernah mendengar album ini satu cara maupun lainya. Entah dari radio ataupun televisi, lengkap dengan videoklip burem mereka. Pure Saturday, album ini pada masanya didengar DIMANA saja, dan dengan ini saya maksud, benar-benar dimana saja, sampai pada tahap dimana anda takkan bisa lari dari hits seperti "kosong", "cokelat", dan "enough". Disinilah puncak Pure Saturday, sampai mereka sedikit kehilangan arah di album kedua "Utopia".

Apakah yang membuat album ini begitu baik sehingga begitu banyak orang menyukainya (tentu saja ini melawan matematika indie-music bahwa musik yang disukai banyak orang adalah sampah. Masyarakat umum = komoditas = sampah. Album laku = sampah) ?

Simple jawabanya. Musik yang bagus. Melodi yang kuat. Lirik yang kuat. Tidak ada yang lebih rumit daripada membaca alfabet di album ini. Semuanya langsung pada maksudnya. Tidak ada verse yang tidak dibutuhkan, Tidak ada solo yang tidak berguna. Semuanya saling mendukung. Vokal Suar yang Robert Smith -esque pun menempel dengan sempurna di album ini.

"A song" berlanjut kurang dari 4 menit, "I will call on you / to be my guide". Sampai sekarang masih menempel di kepala saya. Terdengar seperti lagu yang mungkin di tulis oleh the Beatles sebelum mereka memakai terlalu banyak LSD. "Desire" stand out di album, dengan lirik yang romantis tanpa terdengar cengeng; "I want you to hold me in your soul / it makes me ease it makes me fine". Peduli teuing dengan grammar yang ngaco, pokoknya enak dinyayiin seperti semua lagu the Smiths atau the Cure (awal) !! Sedih, melankolis, happy. Semua perasaan ada disini. Marah pada polisi? Dengarkan "cokelat". Kesal pada dunia? "kosong", etc etc.

Tapi mengapa hanya 8.5 ? Karena satu fakta simple, terlalu sedikit lagu di album. Tentu saja, semua lagunya bagus, tapi setelah 30 menit anda harus kembali mendengarkan album ini dari awal, sehingga re-play-ability mungkin agak kurang.

Pada dasarnya, mungkin sia-sia mereview album ini, karena kemungkinan besar toh anda sudah memilikinya. Tapi mudahan ini dapat mengingatkan anda pada masa 90-an akhir dimana PS bergaung.
Track List di album ini :
 1. Silence
2. Kosong
3. Enough
4. Desire
5. Simple
6. Coklat
7. A Song
8. Open Wide

Review album kedua (Utopia 1999)
Utopia bukan apa-apa dibanding album debut PS. Nothing. Itu mungkin tidak enak didengar, apalagi oleh fans PS, termasuk saya. Tapi sekarang saatnya jujur. Siapa diantara kalian yang lebih sering mendengarkan album ini dibanding album debut mereka? Tidak banyak saya cukup yakin.

Jika saya harus melakukan sedikit perhitungan matematis, bisa dibilang bahwa 90 : 10 saya lebih sering mendengarkan "Kosong" daripada "Labirin". Bukan, bukan karena lagunya jelek - Shit man, lagu-lagu ini ditingkat jauh berbeda diatas musik-musik (itu juga kalau anda menganggap "iklan-iklan" di MTV dan "radio gaul" anda adalah "musik") sekarang ini.

Memang lagu seperti "Banga", "Di bangku taman", dan "LTLMTPP" adalah lagu-lagu pop yang cukup simple tanpa kehilangan bobotnya. Bahkan bisa dibilang bahwa lagu-lagu di side A semuanya cukup baik (meskipun saya harus melalui repeated listenings untuk mulai menikmatinya - not like the fisrt LP). Namun begitu kaset berputar ke side B, akh, kesabaran anda akan mulai hilang. "Labirin", "Sirkus", dan "Gala" jauh dari sebuah lagu dapat dinikmati. Melodi yang jauh terlalu lemah, dan sound yang jauh terlalu ramai. Bahkan bisa dibilang bahwa alasan mengapa banyak lagu yang cukup menjanjikan di album ini jatuh menjadi begitu lemah adalah karena sound yang (terdengar) amatir dan penempatan efek yang berlebihan dan tidak perlu (flanger-fiesta!).

Memang susah bukan main bagi sebuah band, khususnya yang sukses dengan album pertamanya, untuk menulis follow up album yang secara bersamaan dapat mengembangkan musik mereka, dan pada saat yang sama mempertahankan ciri khas yang mendatangkan pendengar di album pertama. Susah untuk mengkritik album ini, apalagi jika kita tahu bahwa semua "kegagalan" di "Utopia" disebabkan oleh pencarian yang dilakukan PS untuk menaikan kualitas musik mereka simple Beatles-esque menjadi complicated-Cure-Bloodflowers-era-music. Ibaratnya seperti mendengarkan the Cure memainkan "Friday I’m in Love", lalu disuguhi well..., anything off "Bloodflowers".

Keberanian PS untuk bereksperimentasi patut diberi penghormatan, sayangnya dalam melakukan hal ini mereka meninggalkan semua yang membuat debut mereka begitu baik; melodi, dan sound seperlunya. We can only hope that this only serves at a bridge toward the perfect third album.
Track List album Pure Saturday – Utopia:

  1. Pure Saturday – Banga
  2. Pure Saturday – Di Bangku Taman
  3. Pure Saturday – Langit Terbuka Luas, Mengapa Tidak Pikiranku, Pikiranmu?
  4. Pure Saturday – Later… The Saddest World Down
  5. Pure Saturday – Belati
  6. Pure Saturday – Phatetic Waltz
  7. Pure Saturday – Labirin
  8. Pure Saturday – Sirkus
  9. Pure Saturday – Gala
  10. Pure Saturday – Kaca
  11. Pure Saturday – PW
ELORA (2005) - Sebegitu mandulkah Pure Saturday? Rentang yang panjang hingga [akhirnya] rilis juga ini. Launching album Elora di Bandung yang sukses 2 bulan lalu menyiratkan bahwa Pure Saturday memang masih teramat dinanti. Selang self-titled debut album [1996] dan Utopia [1999], Pure Saturday seakan sedikit terkubur (atau menguburkan diri?) padahal banyak yang tetap menaruh harapan dan setia menunggu kemunculan kembalinya band yang dulu begitu aktif, langganan panggung-panggung baik pensi sampai festival-festival musik kolektif. Sedikit mengingat kembali, Pure Saturday pernah pula melakukan full performance dalam format akustik di salah satu TV swasta.

Kevakuman terjadi pasca album Utopia, yang tak disangka tidak terlalu greget penanganan promosinya. 3 tahun ke belakang, jumlah show Pure Saturday amat mudah untuk dihitung. Kesibukan, salah satu faktornya. Tapi tetap, kharismanya selalu memancarkan elora. Sebagai contoh show di Wizard, Taman Ria Senayan [Februari 2003] dan PL Fair [Desember 2003] sontak dipadati fans Pure Saturday. Animo kecintaan tetap tertanam hebat.

Elora tidak hanya hadir sebagai jawaban dari kebutuhan penikmat dan pemerhatinya, tidak juga pula sekedar hadir menjawab teka-teki akan apakah mereka masih benar-benar eksis. Elora hadir dengan materi yang amat matang. Vokal Iyo yang menggantikan posisi Suar, tidak lantas malah menyurutkan Pure Saturday. Sebagai penikmat nampaknya harus menerima segala konsekuensi. Lupakan sosok Iyo di proyek band rock and roll lainnya. This guy is fully try to do something, for even more better! he did, made it! Gitar Arif dan Adhi masih mendominasi aura, karakter khas Pure Saturday. Hanya saja, kita tidak menemukan solo gitar catchy dan manis seperti yang dibuat di album pertama. Pattern pop progresif yang cerdas dibelokan,smart minor tone ala album Utopia masih terasa. Butuh 1-2 kali menyimaknya dengan baik dan kita kan dapat menyukai album ini selamanya. Urutan lagu dan lirik yang diangkat terkemas semi konseptual dengan lagu Buka sebagai pembuka dan ditutup dengan Pulang.

Di luar artwork cover yang terlalu biasa. Personally, trust me, this album is great!

Track List di album ini :
1. Buka
2. Nyala
3. Sajak Melawan Waktu
4. Awan
5. Elora
6. Mereka
7. Adalah Jejak dan Arah
8. Di sana
9. Tutur Gelap / Saatnya Nanti
10. Pulang
dan album inilah yang menjadi album favorit saya :)


Time for a Change, Time to Move On (2007)
Time for a Change, Time to Move On adalah satu lagi langkah tak lazim dari Pure Saturday. Ini adalah album lama sekaligus baru oleh grup asal Bandung tersebut; lama, dalam arti 10 dari 12 lagu yang ada di sini diambil dari ketiga album studio mereka; baru, karena ke-10 lagu itu telah direkam dan di-mixing ulang bersama kedua mantan vokalis mereka, Suar Nasution dan Satria Nurbambang.

Tak banyak yang berubah dari versi asli, di samping sound yang lebih jernih dan karakter vokal Suar kini lebih matang dan tak sekedar mengikuti gaya nyanyi Robert Smith. Ini adalah kompilasi yang representatif dari sebuah band yang karya-karyanya terus berkembang dan kualitasnya tak pernah menurun. "Kosong" dan "Silence" dari Pure Saturday (1996) menggambarkan gelisah dalam menghadapi ketidakpastian kehidupan; "Di Bangku Taman" dan "Labyrinth" dari Utopia (1999) membawa musik PS ke arah yang lebih terang sekaligus gelap; "Buka" dan "Nyala" dari Elora (2005) membuktikan bahwa mereka masih mantap tanpa Suar; dan "Pagi" dan "Spoken," dua duet antara Suar dan Satria, masing-masing termasuk lagu yang mereka paling pop dan paling rumit. Kedua lagu baru yang merangkum perjalanan PS hingga saat ini tetap menampilkan ciri khas musik mereka: permainan gitar simbiotis dan penuh efek antara Adhitya Ardinugraha dan Arief Hamdani, serta kontras antara pola bas Ade Purnama yang solid dan pukulan drum Yudhistira Ardinugraha yang sulit ditebak.

Time for a Change, Time to Move On mungkin lebih cocok bagi pendengar baru, yang penasaran dengan band yang sempat menjadi pionir musik independen ini. Sementara itu, penggemar lama akan lebih sibuk membanding-bandingkan rekaman asli dengan versi baru, serta mempertanyakan absennya lagu-lagu klasik PS seperti "Desire" atau "Coklat." Tapi rasanya semua akan sepakat bahwa ini adalah 12 lagu yang dapat membuat bangga pada musik Indonesia.
Track Listnya adalah :
1. Elora
2. Di Bangku Taman
3. Kosong
4. Nyala
5. Silence
6. Awan
7. Buka
8. Labirin
9. Gala
10. Pathetic Waltz
11. Pagi
12. Spoken

6 comments:

  1. Berharap album2 baru PS muncul lagi!
    Thanx!

    ReplyDelete
  2. ulasan dengan memori ingatan yang tajam, penuh gairah dalam melampirkan sejarah PS...that's great n delicious morning everyday!!

    ReplyDelete
  3. Review yg cukup mewakili fans PS :) " I hope you can feel this, My desire..."

    ReplyDelete